Minggu, 22 Februari 2015

Kepada Yang Tak Pernah Mungkin

Kepada yang tak pernah mungkin...

Entahlah, turun dari mana rasa yang paling teristimewa di dunia. Tau-tau ada, tau-tau hadir, dan bukan hanya sekedar mampir. Ia ada untuk waktu yang sekian lamanya dan untuk luka yang sekian parahnya. Entah siapa yang memulai pertama. Entah aku. Entah kamu. Yang kutahu, tiba-tiba debar sudah menyebar. Hatiku jatuh padamu tanpa sadar.

Kepada yang tak pernah mungkin…

Yang tak pernah mungkin tau tentang luka hati, kepada yang tak pernah mungkin tau tentang sebuah cakap tentang hati yang kalap, dan yang tak mungkin tahu tentang rongga dada yang sudah kerap kali dilanda dilema, hingga sampai kapan kamu akan menjadi yang ‘tak pernah mungkin’ untukku?

Aku mungkin terlalu bodoh. Logikaku selalu berkata bahwa semua yang nampak di kornea mata hanyalah sia-sia. Ia telah lelah untuk mencoba membersihkan pikiranku yang sudah terkontaminasi parah oleh namamu. Namun, aku masih menginginkan hatiku—yang sudah tak layak merencanakan bahagia bersamamu—untuk tetap bertahan. Memaksa batin yang sudah kerap kali merasakan getaran hujan yang turun dari mata.

Aku tau, tenggelam dalam persepsi sendiri sama dengan pengecut. Aku tau kamu benci kemunafikan, aku tau kamu benci tentang sebuah senyum penyembunyi air mata. Namun, jika kamu telah mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi padaku kamu akan membalas ekspektasiku? Memangnya jika kutampakkan airmata didepanmu, kau akan meninggalkan dia? Memangnya jika kamu tahu tentang senyuman pura-pura bahwa aku mengaku rela melepasmu dengannya, kamu bisa berbalik ke arahku dan amnesia soal dia? Sayangnya aku tak suka memaksa. Memangnya siapa aku? Hanyalah seorang perempuan yang terlalu berani membangun ekspektasi pada ketidakmungkinan yang sudah jelas-jelas nampak berdiri.

Kepada yang tak pernah mungkin…

Entah apa isi doamu pada Tuhan setiap malam, sehingga dengan mudahnya kamu selalu kuberi maaf. Padahal goresan di hati belum sempat sembuh, namun kemudian kamu membuat goresan baru dengan luka melepuh. Percuma sebetulnya menumpahkan semua salah hanya padamu. Tak akan mampu merubah keadaan.. Setelah kepala berputar dengan tanya dan tak menemukan alasan pastinya, mata ditunjukkan oleh semesta bahwa kita salah menilai cinta, mungkin memang inilah jalannya. Ketika cinta hanya ada untuk diketahui, bukan untuk disatukan dan dimiliki…

Featured from Penghujung November